Cerpen
HATI TANPA RAGA
Aku adalah seorang
gadis remaja sama seperti mereka.Aku terlahir di sebuah keluarga sederhana yang
hangat.Kehangatan itu perlahan mulai pudar, termakan oleh.Aku bukanlah orang yang pandai
mengekspresikan perasaan,sesekali kutuangkan perasaanku dalam coretan-coretan itu.coretan
penuh impian.
Kehidupanku saat ini sedikit berbeda.Disini,di
kehidupan baruku aku selalu merasa kesepia, tanpa perhatian, karena semua orang di
keluarga ini selalu sibuk dengan urusannya masing-masing.Hampir tak ada waktu
untuk kami berdialog tentang hari ini atau sekedar basa-basi.
Tak
jarang aku merasa jenuh berada di rumah ini.JikaTuhan memberiku pilihan aku
lebih memilih terbang bersama burung-burung itu daripada harus berada di rumah
yang asing ini.
Aku
teringat tentang kisah seorang gadis remaja bernama Fifi Komaladewi yang selalu
diacuhkan kedua orang tuanya.Fifi panggilan akrab untuknya tak bisa mengutarakan
apa yang ia inginkan.Dia tak bisa menceritakan masalahnya kepada siapapun
termasuk orang tuanya sendiri.Fifi sering menuangkan kekecewaannya dalam coretan-coretan
yang menyayat hati.
Suatu
hari Fifi pergi ke rumah sakit untuk menjenguk temannya.Saat ia melewati sebuah ruangan dirumah sakit itu,ia melihat
seorang gadis sebayanya yang terbaring lemah ditemani kedua orang tuanya yang
duduk disamping pembaringan gadis itu.Ia merasa iri pada gadis tersebut,jika
Tuhan memberinya pilihan ia lebih memilih menjadi gadis itu daripada menjadi
dirinya sendiri.Karena penasaran Fifi menanyakantentang gadis itu pada suster
yang baru saja keluar dari ruangan tersebut.
Hari
itu adalah hari ulang tahun Fifi,sejak tengah malam ia menunggu kalimat terindah
dari orang tuanya,sekedar ucapan “Selamat Ulang Tahun Anakku”.Tepat pukul
06.30,ia keluar dari kamarnya dengan seragam sekolah yang rapi, wajah sumringah
dan senyum yang selalu menghiasi wajah mudanya itu.
Pagi itu sangat berbeda
dengan biasanya karena itu kali pertama setelah dalam ingatannya kedua orang
tuanya bisa menemaninya sarapan pagi hingga ia selesai makan.Ia masih terus menunggu
kalimat terindah itu dari orang tuanya.Fifi bingung apakah orang tuanya tidak
tahu atau tidak mau tahu,meskipun begitu ia tetap merasa bahagia karena bisa
sekedar duduk bersama kedua orang tuanya dan bisa memandangi wajah kedua orang
tuanya.Bagi Fifi itu adalah hadiah terindah yang pernah ia dapatkan selama ini.Sebelum
ia beranjak dari meja makan,terucap sebuah kalimat “terima kasih atas hadiah
terindah ini” kedua orang tuanya kget dan bingung.Kemudian Fifi kembali
melakukan hal yang membuat kedua orang tuanya semakin bingung,ia mencium kening
kedua orang tuanya, lalu pergi sambil melambaikan tangannya yang gemulai itu.
Hari
itu kedua orang tua Fifi tak keluar rumah,mereka sibuk mempersiapkan kejutan
untuk Fifi di hari ulang tahunnya,saat mendengar bunyi bel mereka langsung bersiap-siap
memberi kejutan untuk Fifi,mereka yakin bahwa Fifi telah menunggu di luar.Dan
memang benar,Fifi telah menunggu di luar tapi ia tak sendiri,Fifi ditemani oleh
beberapa petugas rumah sakit.Fifi menunggu di dalam pembaringan terakhirnya dengan
secarik kertas yang ia genggam berisi tulisan:
“Jangan Menangis…
Hatiku bahagia
meski tanpa raga ini….”
Masih
teringat dengan jelas senyum manis Fifi pagi itu.Tatapan hangat pagi itu adalah
tatapan terakhir Fifi untuk mereka,lambaian tangan yang seolah tak ingin pergi
pagi itu adalah lambaian terakhir Fifi untuk mereka,dan kecupan di kening
mereka pagi itu adalah kecupan pertama dan terakhir Fifi untuk mereka.
Ternyata Fifi telah
mendonorkan hatinya pada gadis yang ia lihat di rumah sakit waktu itu tepat di
hari ulang tahunnya.Fifi berfikir dengan mendonorkan hatinya pada gadis itu
akan ada yang peduli dan merawat hati itu dengan baik dan rasa kecewa yang
selama ini bersarang di hatinyapun perlahan akan hilang bersama dengan
kepergiannya.
Apa aku juga harus
melakukan hal yang sama agar hatiku bisa bahagia tanpa ragaku?
Oleh : Siti Marwiyah XA
Dari SMAN 2 Bagan Sinembah