Analisis Tokoh dan Penokohan Cerpen Ave
Maria Karya Idrus
Pelaku
yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu
menjalin suatu cerita disebut tokoh (Aminuddin, 2004:79). Dalam hal ini tokoh
terdiri atas sepuluh ragam: tokoh utama, tokoh tambahan, tokoh protagonis,
tokoh sederhana dan bulat, tokoh antagonis, tokoh statis, tokoh berkembang,
tokoh tipikal dan tokoh netral (Nurgiantoro, 2000: 176-190).
Berdasarkan
sinopsis cerpen “Ave Maria”, tokoh yang penting untuk dibicarakan yaitu
Zulbahri, Wartini, dan Syamsu. Tokoh Zulbahri dalam cerpen “Ave Maria” termasuk
tokoh utama. Hal itu dapat dilihat bahwa Zulbahri tokoh yang paling terlibat
dengan makna dan tema cerita. Tokoh Zulbahri paling banyak terlibat dengan
tokoh lain (Syamsu dan Wartini). Selain itu, Zulbahri, tokoh yang banyak
memerlukan waktu penceritaan. Wartini termasuk tokoh bulat (kompleks). Dalam
hal ini ia sebagai sosok wanita munafik. Di depan Zulbahri, ia mengatakan
cintanya hanya untuk Zulbahri, namun di depan Syamsu, Wartini mengatakan
“Dapatkah seorang perempuan memiliki dua laki-laki sekaligus?” Wartini tidak
memiliki kepribadian yang konsisten. Syamsu termasuk tipe tokoh berkembang.
Ketika kecil ia ada hubungan cinta monyet, namun ketika ia berada di Shonanto,
seolah Syamsu tidak ada hubungan apa-apa dengan Wartini.
Sekembali dari Shonanto, pada mulanya Syamsu dapat menjaga diri dan kehormatan, namun sedikit demi sedikit berubah. Ia perlahan-lahan mencintai Wartini (merusak hubungan Wartini dengan Zulbahri). Dengan kata lain, Syamsu mengalami perubahan (perkembangan perwatakan) akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi (Altenbernd dan Lewis, dalam Nurgiantoro, 2000:188).
Sekembali dari Shonanto, pada mulanya Syamsu dapat menjaga diri dan kehormatan, namun sedikit demi sedikit berubah. Ia perlahan-lahan mencintai Wartini (merusak hubungan Wartini dengan Zulbahri). Dengan kata lain, Syamsu mengalami perubahan (perkembangan perwatakan) akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi (Altenbernd dan Lewis, dalam Nurgiantoro, 2000:188).
Dalam hal ini penokohan terdiri atas tiga variasi:
teknik ekspositaris, teknik dramatik, dan
teknik identifikasi tokoh.
1. Teknik Ekspositoris
Teknik
ekspositoris disebut juga sebagai teknik analitis. Dalam hal ini pelukisan
tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan
secara langsung.
Dalam
cerpen “Ave Maria” Idrus menggunakan teknik ekspositoris untuk mendeskripsikan
sosok Zulbahri. Untuk memperoleh secara jelas dapat dilihat melalui kutipan
sebagai berikut.
“Masih jelas
teringat oleh kami, hari perkenalan kami dengan Zulbahri. Baju jasnya sudah
robek-robek, di bagian belakang tinggal hanya benang-benang saja lagi, terkulai
seperti ekor kuda.” (Idrus, 2004:13)
Teknik ekspositoris yang lain dapat dilihat melalui kutipan sebagai berikut.
Kami terharu
dan kasihan mendengarkan cerita Zulbahri itu. Ia menengadah ke langit
bertaburan bintang itu. Air matanya tergenang ...
Aku pergi
tinggal di sebuah rumah di gang kecil. Yang menjadi hiburan bagiku tinggal
hanya buku-buku lagi. Aku selalu mencari, mencari tempat jiwaku bergantung.
Sekian lama aku mencari, tapi sia-sia belaka. Aku menjadi tak acuh kembali
kepada diriku. Pakaianku tak kuhiraukan pula, kadang-kadang pakai sepatu,
kadang-kadang tidak. (Idrus, 2002:19-20 )
Dengan teknik ini penggambaran tokoh menjadi lebih konkret.
2. Teknik Dramatik
Jika
teknik ekspositoris, pengarang memberikan deskripsi, dalam teknik dramatik para
tokoh ditampilkan mirip dengan drama. Dengan teknik ini cerita akan lebih
efektif.
Teknik dramatik terdiri atas delapan jenis yaitu teknik cakapan, teknik laku, teknik pikiran dan perasaan, teknik arus kesadaran, teknik reaksi tokoh, reaksi tokoh lain, teknik pelukisan latar, teknik pelukisan fisik (Burhan Nurgiantoro, 2000:201-210).
Teknik dramatik terdiri atas delapan jenis yaitu teknik cakapan, teknik laku, teknik pikiran dan perasaan, teknik arus kesadaran, teknik reaksi tokoh, reaksi tokoh lain, teknik pelukisan latar, teknik pelukisan fisik (Burhan Nurgiantoro, 2000:201-210).
Dalam
cerpen “Ave Maria”, Idrus memanfaatkan penokohan dramatik bentuk teknik
cakapan, teknik pikiran dan perasaan, teknik arus kesadaran, dan teknik
pelukisan latar. Teknik cakapan dimaksudkan untuk mencerminkan kedirian tokoh
dan menunjukkan perkembangan plot. Hal ini misalnya pada kutipan sebagai
berikut.
Adakah yang
hendak kaubicarakan dengan daku, Zul? Ceritakanlah.
Perkataan Wartini menambah semangatku untuk menguraikan segalagalanya kepadanya. Begitulah kami termenung setelah kuceritakan bahwa Syamsu, adikku hendak pindah dari Shonanto keJakarta
dan hendak tinggal bersama kami. Kuterangkan pula bahwa aku tak dapat menolak.
Jika kutolak, aku dipandang rendah oleh orang kampungku. Wartini pun mengerti
tentang hal itu. Tentang bahayanya Syamsu tinggal bersama kami, terus terang
pula kuuraikan kepada Wartini.Takutmu berlebih-lebihan, Zul. Aku cinta
kepadamu. Syamsu hanya teman mainku di waktu kecil. Cinta demikian takmasuk ke
dalam hati. Cinta monyet, kata orang. (Idrus, 2004:16)
Perkataan Wartini menambah semangatku untuk menguraikan segalagalanya kepadanya. Begitulah kami termenung setelah kuceritakan bahwa Syamsu, adikku hendak pindah dari Shonanto ke
Teknik cakapan terdapat pula pada kutipan sebagai berikut.
“Mengapa
menangis, Tini? Engkau bersedih?”“Aku terkenang pada masa silam. Pernah kita
memainkan lagu ini dulu bersama-sama.”“Ya, waktu itu takkan dapat kulupakan
selama-lamanya, Tini. Waktu itu aku sedang penuh dengan cita-cita yang sangat
tinggi.”“Dan semua cita-cita itu kandas bukan, Syam? Engkau tak meneruskan
pelajaran biolamu.” (Idrus, 2004:17)
Teknik pikiran dan perasaan mengungkap bagaimana keadaan jalan pikiran, serta perasaan tokoh dalam banyak hal yang mencerminkan sifat kediriannya. Hal ini dalam cerpen “Ave Maria” dapat dilihat sebagai berikut.
Tak ada yang
dapat dicela tentang pergaulan Syamsu dan Wartini. Keduanya hormat-menghormati.
Hatiku jugalah yang berkata-kata bahwa aku seorang perampok. Hatiku berkata,
aku berdosa terhadap Syamsu. Dan kata hatiku, cinta Wartini tak lama lagi akan
timbul kembali terhadap Syamsu.
Perasaan-perasaan yang demikian menjadikan daku sangat curiga. Segala percakapan Wartini kupikir-pikirkan kalau kalau ada mempunyai arti lain ... (Idrus, 2004:17)
Perasaan-perasaan yang demikian menjadikan daku sangat curiga. Segala percakapan Wartini kupikir-pikirkan kalau kalau ada mempunyai arti lain ... (Idrus, 2004:17)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa pengarang melalui tokoh Zulbahri mengungkapkan kekacauan pikiran dan perasaannya. Dalam hal ini Zulbahri merasa was-was bahwa api cinta antara Wartini dan Syamsu yang sudah padam menyala kembali. Karena khawatirnya, segala kata Wartini kepada Syamsu dipikir-pikir.
Teknik
arus kesadaran dimanfaatkan oleh Idrus dalam cerpennya “Ave Maria”. Teknik
tersebut berkaitan erat dengan teknik pikiran dan perasaan. Keduanya tidak
dapat dibedakan secara pilah karena keduanya menggambarkan tingkah laku batin
tokoh. Arus kesadaran merupakan sebuah teknik narasi yang berusaha menangkap
pandangan dan aliran proses mental tokoh. Dalam hal ini tanggapan indra
bercampur dengan kesadaran dan ketidaksadaran pikiran, perasaan, ingatan,
harapan, dan asosiasi-asosiasi. Arus kesadaran sering disamakan dengan
sinandika (monolog interior). Hal ini dapat dilihat sebagai berikut.
Begitulah
keadaanku sampai waktu kita berkenalan pertama kalinya. Aku heran sekali. Waktu
aku melihat majalah di bawah meja bundar ini, entah dari mana timbul
keinginanku hendak membaca carita pendek yang selalu ada dalam tiap-tiap
majalah itu. Kuakui, sangatlah besar pengaruhnya ceritacerita pendek itu kepada
jiwaku.Baru aku insaf bahwa kehidupanku yang dulu-dulu itu semata-mata
berdasarkan kepentingan diri sendiri belaka. Aku sangat menyesal. (Idrus,
2004:20
Teknik
pelukisan latar dimanfaatkan Idrus dalam cerpen “Ave Maria “ sebagai prasarana
untuk menggugah imaginasi pembaca sehingga apa yang diungkapkan menjadi lebih
hidup. Hal tersebut dapat dilihat di bawah ini .
Angin malam
mendesir-desirkan daun –daun jarak. Bulan semakin terang. Zulbahri berhenti
berbicara. Dari kantongnya dikeluarkannya sehelai kertas, diberikannya kepada
ayah. Air teh yang disediakan ibu dia tak disinggung – singgungnya. Ia berdiri
lalu meninggalkan kami ... (Idrus, 2004:20)
Untuk melukiskan situasi malam terang bulan, Idrus mengungkapkan angin malam mendesir-desirkan daun-daun jarak. Bulan semakin terang. Hal ini dimaksudkan bahwa lukisan suasana untuk mengantarkan Zulbahri dengan pikiran bersihnya mengabdikan kepada nusa dan bangsa menjadi tentara jibaku. Selain itu teknik pelukisan latar dapat dilihat melalui kutipan sebagai berikut.
Pada malam
seperti ini pula, Zulbahri berpisah dengan kami buat selama-lamanya. Siapa yang
takkan terkenang kepada kejadian itu. Kami melihat ke bulan purnama raya, dengan
segala kenangkenangan kepada Zulbahri yang telah
dapat memperbaharui jiwanya. Dari radio umum kedengaran lagu Menuetto in G ciptaan Beethoven. (Idrus, 2002:20)
dapat memperbaharui jiwanya. Dari radio umum kedengaran lagu Menuetto in G ciptaan Beethoven. (Idrus, 2002:20)
3. Teknik
Identifikasi Tokoh
Dalam
bidang penokohan, Idrus juga memanfaatkan identifikasi tokoh. Cara ini ada dua
ragam yaitu prinsip pengulangan dan prinsip pengumpulan. Pada prinsip
pengulangan, pengarang mengulang-ulang sifat kedirian tokoh sehingga pembaca
dapat memahami dengan jelas. Prinsip pengumpulan dalam hal ini kedirian tokoh
diungkapkan sedikit demi sedikit dalam seluruh cerita.
diungkapkan sedikit demi sedikit dalam seluruh cerita.
Dalam
cerpen “Ave Maria” pengarang memanfaatkan cara prinsip pengulangan prinsip
pengumpulan tidak terdapat di dalamnya. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut.
… Anehnya,
sungguhpun Wartini menerangkan bahwa ia hanya mencintai aku sendiri, tapi
hatiku terus berkata bahwa Wartini lebih dekat kepada Syamsu. Aku merasa diriku
sebagai seorang perampok.…
Hatiku
jugalah yang berkata-kata bahwa aku adalah seorang perampok. (Idrus, 2002:17)
0 komentar:
Posting Komentar